18.7.14

SURAT KEDUA


Bukan hal yang sederhana menulis surat buatmu. Untuk sekedar istirahat, yang sekedar meluangkan waktu untuk pergi sejenak.
Surat ini kutulis setelah kusampaikan isinya padamu. Jadi kau tak perlu membacanya. Tapi silakan saja jika kau ingin. Untuk sekedar mengisi masa lalumu. Di antara surat-surat yang belum sempat kutulis untukmu. Ada harapan yang tidak sederhana dalam setiap surat yang belum kutulis itu. Namun, ada baiknya barangkali jika kau tak mengetahuinya. Setidaknya, hanya aku yang harus berdamai dengan surat-surat itu.

Sebagaimana kau tau, ini adalah suratku tentang masa dimana aku akan menunggu. Atas keputusan yang akan menjadi keputusan. Keputusan tentang harapan-harapanku. Keputusan tentang mimpi-mimpiku. Tentang takdirku. Tentang bagaimana aku akan berdamai dengan masa depan. Tentang cintaku. Tentang cintamu yang mungkin tidak untukku. Sampaikan saja kabar bahagianya itu. Kalaupun luka adalah harga yang mesti kubayar. Aku akan datang dengan suka cita.
Sampai hari ini aku mendapat banyak pelajaran. Ohh, tentu saja dalam kapasitasku. Tentang cinta yang baru saja kusampaikan. Tentang ketakutan. Tentang rindu yang telah lama aku jaga. Tentang bayang akan kebahagiaanmu di masa yang akan datang. Tentang waktu yang diam. Tentang pintu yang telah kubuka pelan-pelan. Tentang sesuatu di sebaliknya yang samar. Dimana sebuah kejelasan mulai tersingkap. Memecah kebuntuan bayang dan angan. Layaknya bulan yang terlambat pulang di pagi hari. Tatkala dirimu mulai berdendang dalam nada-nada kerinduan. Dan aku mendengarnya dari jauh seakan nada itu tak ada yang sumbang. Sama sekali tidak.
Sebagaimana pintaku setelah malam itu, kabarkan saja bilamana keputusan sudah ada. Aku yang akan datang ke pintumu menjemput jawaban. Anggap saja kedatanganku nanti sebagai bentuk kesopananku. Sebagai rasa tanggung jawabku. Sebagai orang asing yang tak pernah kau kenal. Atau sebagai orang asing yang akan mengisi hari-harimu di masa yang akan datang. Tapi aku berjanji, aku akan tetap menghormatimu bilamana cintamu purna. Sebagaimana penghormatanku yang sederhana sejak aku mencintaimu. Dan maafkan kesombonganku yang telah lama mencintaimu, diam-diam.
Tetapi santai saja. Aku cukup bisa mengukur diri. Dengan segenap keyakinan bahwa Allah sungguh Kuasa atas segala-galanya. Siapakah aku dibanding orang yang kini mengisi penuh hatimu. Aku yakin beliau orang yang baik, seperti yang sudah kubilang padamu. Kelak, jika sampai pada waktunya, aku akan minta maaf pada ibuku. Tentang ujian yang kulalui malam itu. Tentang ujian yang sebenarnya sudah kusiapkan sejak lebih dari enam tahun yang lalu. Apapun keputusanmu, keluargamu, aku akan menerimanya dengan suka cita. Jika baik, semoga baik bagi ibuku. Jika sebaliknya, aku yakin ibuku akan baik-baik saja.[]

0 komentar:

Posting Komentar

Setiap naskah terbuka untuk kritik dan komentar. Mari membangun iklim ilmiah dan tradisi berfikir bijaksana.