Disusun Oleh:
Tim Perumus Materi PKD PMII
Rayon Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014
Historitas PMII
Tim Perumus Materi PKD PMII
Rayon Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014
Historitas PMII
Sejarah masa lalu adalah
cermin masa kini dan masa mendatang. Dokumen historis, merupakan instrumen
penting untuk membaca diri. Tidak terkecuali PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia). Meski dokumen yang disajikan dalam tulisan ini terbilang kurang komplit,
sosok organisasi mahasiswa tersebut sudah tergambar dengan jelas. Berikut
pemikiran dan sikap-sikapnya.
PMII, yang sering kali
disebut Indonesian Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia, adalah anak cucu NU
(Nahdlatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang juga anak dari NU. Status anak cucu
ini pun diabadikan dalam
sebuah dokumen yang dibuat di Surabaya, tepatnya di Taman Pendidikan Putri
Khadijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H.
Meski begitu, bukan
berarti lahirnya PMII berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan yang
dihadapinya. Hasrat untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan memang sudah lama
bergejolak di kalangan
pemuda NU, namun pihak PBNU belum memberikan lampu hijau (green light),
mereka menganggap belum perlu
adanya suatu organisasi tersendiri untuk mewadahi anak-anak NU yang belajar di
Perguruan Tinggi.
Namun semangat anak-anak
muda itu tak pernah kendor, bahkan terus berkobar dari kampus ke kampus.
Kondisi ini adalah hal yang
niscaya mengingat kondisi sosial politik pada dasawarsa ‘50-an memang sangat
memungkinkan untuk melahirkan organisasi baru. Banyak organisasi mahasiswa bermunculan di bawah payung induknya, seperti
SEMMI (dengan PSII), KAMMI (dengan PERTI), HMI (lebih dekat ke MASYUMI), IMM
(dengan Muhammadiyah), dan HIMMAH (dengan al-Washliyah). Wajar jika anak-anak
NU khususnya yang berada di perguruan tinggi kemudian ingin mendirikan wadah
sendiri dan bernaung di bawah panji dunia. Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul
Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto. Sedangkan di
Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori
oleh Mustahal Ahmad.
Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan
ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja
berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya
kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU. Di antara
sekian banyak pertimbangannnya antara lain; kekhawatiran PBNU terhadap waktu,
sumber daya manusia, pembagian tugas, dan
efektifitas organisasi. Karenanya menjadi wajar kalau pengurus PBNU monolak karena takut terjadi rangkap jabatan dimana akan berdampak terbengkalainya sebagian yang lain dalam kinerjanya.
Gagasan pendirian
organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5
Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi
pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka
pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen
Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta). Namun
dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi
ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang
menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam
melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
Baru setelah wadah
"departemen" itu dinilai tidak efektif, tidak cukup kuat untuk
menampung aspirasi mahasiswa NU, hal ini kemudian menjadi gagasan legislasi untuk mendirikan organisasi
mahasiswa NU kembali. Tepat pada konferensi besar IPNU I (14-16 Maret 1960 di Kaliurang, Yogyakarta) merupakan puncak dari
semua ambisi tersebut. Hasil dari konferensi tersebut ialah kesepakatan mendirikan
organisasi sendiri. Selain memutuskan akan perlu didirikannya organisasi khusus di perguruan
tinggi konfrensi tersebut juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus
pendirian organisasi yang terdiri dari 13 orang tokoh mahasiswa NU dengan
jangkah waktu kerja 1 bulan, adapun 13 tokoh mahasiswa NU tersebut diataranya:
1. A. Khalid
Mawardi (Jakarta)
2. M. Said
Budairy (Jakarta)
3. M. Sobich
Ubaid (Jakarta)
4. Makmun
Syukri (Bandung)
5. Hilman
(Bandung)
6. Ismail
Makki (Yogyakarta)
7. Munsif
Nakhrowi (Yogyakarta)
8. Nuril
Huda Suaidi (Surakarta)
9. Laily
Mansyur (Surakarta)
10. Abd.
Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh
Huda (Surabaya)
12. M. Kholid
Narbuko (Malang)
13. Ahmad
Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya
adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri
untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
Bertepatan dengan itu,
Ketua Umum PBNU, KH. Idham Cholid,
memberikan lampu hijau (green light). Bahkan KH. Idham Cholid membakar
semangat pula agar mahasiswa NU menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang
berprinsip ilmu untuk diamalkan, bukan ilmu untuk ilmu.
Selanjutnya pada tanggal
14-16 April 1960 diadakan musyawarah Mahasiswa NU di sekolah Mualimat NU
(1954-1960) yang sekarang bernama Yayasan Khadijah Surabaya. Adapun hasil dari
musyawarah tersebut ialah; 1. Disepakati berdirinya organisasi Mahasiswa NU
yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, 2. PMII merupakan lanjutan
dari departemen Perguruan Tinggi IPNU-IPPNU (Wildy
Sulthon Baidlowi, PC PMII Surabaya Online), 3. Menyatakan bahwa PMII lahir pada tanggal 17
April 1960, 4. Membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Djunaidi sebagai Ketua
Umum, A. Cholid Mawardi sebagai Ketua I, dan M. Said Budairy sebagai Sekretaris
Umum PB PMII Pertama. Selanjutnya susunan pengurus pusat PMII periode pertama
ini baru terbentuk pada bulan Mei 1960
lewat
kandungan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Dan bayi yang baru lahir itu diberi
nama “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” (PMII).
Dengan demikian, ide
dasar bendirinya PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri. Selanjutnya, harus bernaung di bawah
panji NU, itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis temporal, misalnya
karena kondisi politik saat itu yang nyaris menciptakan iklim dependensi
sebagai suatu kemutlakan. Lebih dari itu, keterikatan PMII pada NU memang sudah
terbentuk dan memang sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur,
akidah, cita-cita, bahkan pola berpikir, bertindak, dan berperilaku.
PMII Dalam Makna
Mengenai makna PMII sendiri mulai
dari kata “PERGERAKAN”. Makna kata tersebut bagi PMII melambangkan
dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya
memberikan rahmat bagi alam sekitarnya. Adalah, bahwa mahasiswa merupakan insan
yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ke-Tuhanan dan kemanusiaan,
agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas tinggi
yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Kholifah fil Ardh. Dalam
konteks individual, komunitas, maupun organisasi, kiprah PMII harus senantiasa
mencerminkan pergerakannya menuju kondisi yang lebih baik sebagai perwujudan
tanggung jawab memberikan rahmat pada lingkungannya.
“MAHASISWA” yang terkandung dalam PMII
menunjuk pada golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi
yang mempunyai kebebasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak kritis
terhadap kemapanan struktur yang menindas. Di samping itu, mahasiswa ala PMII adalah sebagai insan religius,
insan akademik, insan sosial, dan insan mandiri.
“ISLAM” adalah Islam sebagai agama
pembebas atas ketimpangan sistem yang ada terhadap fenomena realitas sosial
dengan paradigma Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang melihat ajaran agama
Islam dengan konsep pendekatan yang proporsional antara Iman, Islam, dan Ihsan.
Hal ini tercermin dalam pola pikir dan perilaku yang selektif, akomodatif, dan
integratif.
“INDONESIA” adalah masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia yang mempunyai falsafah, ideologi bangsa (Pancasila) dan UUD
‘45 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran berwawasan
nusantara.
Formulasi dan Orientasi Gerakan PMII
PMII pada awal terbentuknya merupakan gerakan
underbow NU baik secara struktural
atau secara fungsionalnya. Karena memang kondisi dan situasi politik pada waktu
itu masih panas. Organisasi-organisasi mahasiswa yang berafiliasi pada partai
politik sepenuhnya menyokong dan mendukung kemenangan partai. Karenanya,
gerakan PMII pada waktu itu masih sangat terasa berbau politik praksis. Hal ini
terjadi sampai tahun 1972. Keterlibatan PMII dalam politik praksis pada tahun
1971 berakibat kemunduran dalam aspek gerakan. Kondisi ini kemudian membawa
penyadaran akan perlunya mengkaji ulang orientasi gerakan PMII selama ini,
khususnya keterlibatan-keterlibatan dalam politik praksis.
Setelah melalui beberapa perbincangan maka
pada musyawarah besar tanggal 14-16 Juli 1972, PMII mencetuskan deklarasi
independen di Malang, Jawa Timur. Deklarasi ini kemudian dikenal dengan
deklarasi MURNAJATI. Setelah itu PMII sacara formal-struktural terpisah dengan
NU, kemudian PMII membuka akses sebesar-besarnya sebagai organisasi yang
independen tanpa berpihak pada parpol apapun, serta menyatakan siap dengan
segala tanggung jawab sebagai kader, umat dan bangsa, berdasarkan manifestasi
dari kesadaran organisasi terhadap tuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan
berpikir, dan berkreasi. hal ini
dinyatakan dalam kongres ke-5, di Ciloto, Bogor. PMII menegaskan kembali
independesinya dalam bentuk Manifesto
Independen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, serta penegasan Pola-Pola
Kepemimpinan PMII.
Independensi
gerakan ini terus dipertahankan dan dipertegas dalam “Penegasan Cibogo” pada tanggal
8 Oktober 1989, yang menyatakan bahwa bentuk independensi merupakan respon
terhadap pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai-ilai
etik dan moral serta idealisme yang dijiwai dengan ajaran Islam, Aswaja.
Akhirnya, dua tahun kemudian
pada kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede,
Jakarta, mencetuskan Deklarasi Interdependensi
antara PMII – NU. Pada 24 Desember di tahun yang sama, PB PMII menggelar
Musyawarah Nasional di Cimacan, Cianjur, Jawa Barat. Dalam MUNAS tersebut, PB
PMII membuat sebuah penegasan atas interdependensi dalam wujud implementasi
yang didasarkan atas pemikiran-pemikiran berikut:
1.
Dalam
pandangan PMII, ulama adalah pewaris para nabi. Ulama merupakan panutan karena kedalamannya dalam
pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, interdependensi PMII – NU ditempatkan
dalam konteks keteladanan ulama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2.
Adanya
ikatan kesejarahan yang bertautan antara PMII – NU. Realitas sejarah
menunjukkan bahwa PMII lahir dari NU dan dibesarkan oleh NU. Demikian juga
latar belakang mayoritas kader PMII berasal dari NU. Sehingga secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII. Adapun pernyataan independensi
PMII hendaknya tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapus arti
kesejarahan tersebut.
3.
Adanya
persamaan paham keagamaan antara PMII dan NU. Keduanya sama-sama mengembangkan
wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah.
Implikasi dari wawasan keagamaan itu tampak pula pada persamaan sikap sosial
yang bercirikan tawasuth, tasamuh, tawazun, i’tidal,
dan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian juga pola pikir, pola sikap, serta
pola tindak PMII dan NU menganut pola selektif, akomodatif, dan integratif
sesuai dengan prinsip dasar al-muhafadhotu ala al-qadimissholih wa al-akhdzu
bi al-jadiidi al-ashlah.
4.
Adanya
persamaan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen keislaman dan
keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap
muslim Indonesia, dan atas dasar itulah maka menjadi keharusan untuk
mempertahankan bangsa dan Negara Indonesia.
5.
Adanya
persamaan kelompok sasaran. PMII dan NU memiliki mayoritas anggota dari
kalangan masyarakat menengah ke bawah. Persamaan lahan perjuangan ini
semestinya melahirkan format perjuangan yang relatif sama pula.
6.
Sekurang-kurangnya
terdapat lima prinsip pokok yang semestinya dipegang bersama untuk
merealisasikan interdependensi PMII – NU;
a.
Ukhwah Islamiyyah
b.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
c.
Mabadi’ Khairu Ummah
d.
Al-Musaawah
e.
Hidup
berdampingan dan berdaulat secara benar
LAMPIRAN I:
Isi Deklarasi Murnajati
Deklarasi
Murnajati
Bismillāhirrahmānirrahīm
"Kamu
sekalian adalah sebaik-baik ummat yang dititahkan kepada manusia untuk
memerintahkan kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar".
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia insaf dan yakin serta bertanggung jawab terhadap masa
depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam rangka
mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spritual,
bertekad untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya.
Bahwa
pembangunan dan pembaharuan mutlak diperlukan insan-insan Indonesia yang
memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta tanggung
jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bahwa
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia selaku generasi muda Indonesia, sadar akan
peranannya untuk ikut serta bertanggung jawab bagi berhasilnya pembangunan yang
dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Bahwa
perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai moral dan idealisme sesuai dengan jiwa Deklarasi Tawangmangu
menurut perkembangannya merupakan sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap
dan pembinaan rasa bertanggung jawab.
Berdasarkan
petimbangan di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia memohon rahmat
Allah SWT., dengan ini menyatakan diri sebagai Organisasi ”independen”
yang tidak terikat tindakannya kepada siapapun dan hanya komitmen dengan
perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.
Tim Perumus Deklarasi Murnajati
1. Umar Basalim (Jakarta)
2. Madjidi Syah (Bandung)
3. Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta)
4. Man Muhammad Iskandar (Bandung)
5. Choirunnisa Yafzham (Medan)
6. Tatik Farichah (Surabaya)
7. Rahman Idrus
8. Muis Kabri (Malang)
Musyawarah Besar PMII Ke-2
di Murnajati Malang Jawa Timur tanggal 14 Juli
1972
LAMPIRAN II:
Manifest
Independen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Bismillāhirrahmānirrahīm
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia insaf dan yakin serta bertanggung jawab terhadap masa
depan kehidupan bangsa yang sejahtera, selaku penerus perjuangan dalam rangka
mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spritual,
bertekad untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya.
Bahwa
pembangunan dan pembaharuan mutlak diperlukan insan-insan Indonesia yang
memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta tanggung
jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bahwa
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia selaku generasi muda Indonesia, sadar akan
peranannya untuk ikut serta bertanggung jawab bagi berhasilnya pembangunan yang
dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Bahwa pada
dasarnya pengisian kemerdekaan adalah didukung oleh kemampuan intelektual
manusiawi dengan sosialisasi ilmu ke sikap kultural guna mengangkat martabat
dan derajat bangsa.
Bahwa pada
hakekatnya ”independensi” sebagaimana telah dideklarasiakan di MURNAJATI adalah
merupakan manifestasi keadaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang
meyakini sepenuhnya terhadap tuntutan-tuntutan keterbukaan sikap, kebebasan
berpikir dan pembangunan kreativitas yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran
Islam.
Bahwa
”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dimaksudkan dalam
mendinamisasi dan mengembangkan potensi kultural yang bersumber dari
nilai-nilai ajaran Islam untuk terbentuknya pribadi luhur dan bertaqwa kepada
Allah, berilmu dan cakap serta bertanggung jawab dalam perjuangan nasional berdasarkan
Pancasila.
Bahwa dengan
”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, tersedia adanya
kemungkinan-kemungkinan alternatif yang lebih lengkap lagi bagi cita-cita
perjuangan organisasi yang berlandaskan Islam dan berhaluan Ahlussunnah Wal
Jama'ah.
Medan, Kongres V PMII
Ciloto Jawa Barat Tanggal 28 Desember 1973
LAMPIRAN III:
POLA-POLA
KEPEMIMPINAN PMII
Pola-pola kepemimpinan organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus tercermin/menjamin terlaksananya cita-cita perjuangan organisasi dengan dijiwai oleh isi: "Deklarasi Murnajati".
Konsekuensi dari pendirian tersebut di atas menurut dikembangkannya
pola-pola kepemimpinan yang bersifat kerakyatan dengan berorientasikan kepada
masalah-masalah kemahasiswaan, kampus, dan pembangunan bangsa. Oleh karenanya
diperlukan pemimpim-pemimpin organisasi yang memiliki ciri-ciri kemahasiswaan
seperti dinamis, kreatif, responsif, dan peka terhadap problem-problem
kemasyarakatan.
Dengan pemahaman sepenuhnya terhadap azas, sifat, dan tujuan PMII serta
kemampuan managerial, leadership,
menjadi tuntunan mutlak bagi kepemimpinan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Oleh karenanya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang independen harus
menjauhkan seluruh kemungkinan yang akan mengurangi makna dari
independensi tersebut, seperti perangkapan jabatan pengurus PMII dengan partai
atau organisasi lain atau menjadi wakil organisasi lain pada badan-badan
legislatif.
Medan, Kongres V PMII,
Ciloto Jawa Barat Tanggal 28
Desember 1973
LAMPIRAN IV:
ISI PENEGASAN
CIBOGO
Bismillāhirrahmānirrahīm
Bahwa INDEPENDENSI Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan sikap
organisasi menjadi ketetapan Kongres V Tahun 1973 sebagai pengukuan terhadap
Deklarasi MURNAJATI di Mubes III, 14 juli 1972 di Murnajati Malang Jawa Timur.
Bahwa INDEPENDENSI Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan
manifestasi dari kesadaran organisasi terhadap tuntutan kemandirian,
kepeloporan, kebebasan berpikir, dan berkreasi, serta bertanggung jawab sebagai
kader, ummat dan bangsa.
Bahwa ”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan upaya
merespon pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai etik dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran Islam ala
Ahlussunnah wal Jama'ah.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
periode 1989-1990, setelah melakukan kajian kritis dan dengan memohon rahmat
Allah SWT. menegaskan kembali bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah
organisasi independen yang tidak terikat dalam sikap dan tindakannya kepada
siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi dan cita-cita
perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila, dan terus mengaktualisasikan
dalam hidup berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Wallāhul-muwaffiq
ilā Aqwāmith-thāriq
Medan, Rapat Pleno IV PB PMII, Cibogo 8 Oktober 1989
LAMPIRAN V:
DEKLARASI
INTERDEPENDENSI PMII-NU
Bismillāhirrahmānirrahīm
1. Sejarah
telah membuktikan bahwa PMII adalah dilahirkan dari pergumulan mahasiswa yang
bernaung di bawah kebesaran NU, dan sejarah juga telah membuktikan bahwa PMII
telah menyatakan idependensinya melalui Deklarasi MURNAJATI tahun 1972.
2. Kerangka berpikir, perwatakan,
dan sikap sosial antara PMII dengan NU mempunyai persamaan, karena dibungkus
pemahaman Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah.
3. PMII insaf dan sadar bahwa
dalam melakukan perjuangan diperlukan untuk saling tolong menolong, "ta'āwanū
‘ala-l-birri wattaqwā", Ukhuwah Islamiyah (izzul Islam wal muslimin)
serta harus mencerminkan "mabādi khoiru ummah"
(prinsip-prinsip umat yang baik), karena itulah PMII siap melakukan kerjasama.
4. PMII insaf dan sadar bahwa
arena dan lahan perjuangannya adalah sangat banyak dan bervariasi sesuai dengan
nuansa usia, jaman, dan bidang garapannya.
Karena antara PMII dan NU mempunyai persamaan-persamaan di dalam persepsi
keagamaan dari perjuangan, visi sosial dan kemasyarakatan, ikatan historis,
maka untuk menghilangkan keragu-raguan, ketidakmenentuan serta rasa saling curiga, dan
sebaliknya untuk menjalin kerja sama program secara kualitatif dan fungsional,
baik secara program nyata maupun penyiapan sumber daya manusia, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia menyatakan siap untuk menigkatkan kualitas hubungan
dengan NU atas dasar prinsip kedaulatan organisasi penuh, INTERDEPENDENSI, dan
tidak ada intervensi secara struktural-kelembagaan, serta prinsip mengembangkan masa
depan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah di Indonesia.
Kongers
X PB
PMII
Pondok Gede
Jakarta, Tanggal 27 Oktober 1991
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap naskah terbuka untuk kritik dan komentar. Mari membangun iklim ilmiah dan tradisi berfikir bijaksana.