13.9.14

PMII; SEJARAH, RUMAH, DAN MASA DEPAN



Disusun Oleh:
Tim Perumus Materi PKD PMII 
Rayon Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014

Historitas PMII
Sejarah masa lalu adalah cermin masa kini dan masa mendatang. Dokumen historis, merupakan instrumen penting untuk membaca diri. Tidak terkecuali PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Meski dokumen yang disajikan dalam tulisan ini terbilang kurang komplit, sosok organisasi mahasiswa tersebut sudah tergambar dengan jelas. Berikut pemikiran dan sikap-sikapnya.
PMII, yang sering kali disebut Indonesian Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, adalah anak  cucu NU (Nahdlatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang juga anak dari NU. Status anak cucu ini pun diabadikan dalam sebuah dokumen yang dibuat di Surabaya, tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khadijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H.
Meski begitu, bukan berarti lahirnya PMII berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan yang dihadapinya. Hasrat untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan memang sudah lama bergejolak di kalangan pemuda NU, namun pihak PBNU belum memberikan lampu hijau (green light), mereka menganggap belum perlu adanya suatu organisasi tersendiri untuk mewadahi anak-anak NU yang belajar di Perguruan Tinggi.
Namun semangat anak-anak muda itu tak pernah kendor, bahkan terus berkobar dari kampus ke kampus. Kondisi ini adalah hal yang niscaya mengingat kondisi sosial politik pada dasawarsa ‘50-an memang sangat memungkinkan untuk melahirkan organisasi baru. Banyak organisasi mahasiswa bermunculan di bawah payung induknya, seperti SEMMI (dengan PSII), KAMMI (dengan PERTI), HMI (lebih dekat ke MASYUMI), IMM (dengan Muhammadiyah), dan HIMMAH (dengan al-Washliyah). Wajar jika anak-anak NU khususnya yang berada di perguruan tinggi kemudian ingin mendirikan wadah sendiri dan bernaung di bawah panji dunia. Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad.
Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU. Di antara sekian banyak pertimbangannnya antara lain; kekhawatiran PBNU terhadap waktu, sumber daya manusia, pembagian tugas, dan efektifitas organisasi. Karenanya menjadi wajar kalau pengurus PBNU monolak karena takut terjadi rangkap jabatan dimana akan berdampak terbengkalainya sebagian yang lain dalam kinerjanya.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
Baru setelah wadah "departemen" itu dinilai tidak efektif, tidak cukup kuat untuk menampung aspirasi mahasiswa NU, hal ini kemudian menjadi gagasan legislasi untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU kembali. Tepat pada konferensi besar IPNU I (14-16 Maret 1960 di Kaliurang, Yogyakarta) merupakan puncak dari semua ambisi tersebut. Hasil dari konferensi tersebut ialah kesepakatan mendirikan organisasi sendiri. Selain memutuskan akan perlu didirikannya organisasi khusus di perguruan tinggi konfrensi tersebut juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 orang tokoh mahasiswa NU dengan jangkah waktu kerja 1 bulan, adapun 13 tokoh mahasiswa NU tersebut diataranya:
1.      A. Khalid Mawardi (Jakarta)
2.      M. Said Budairy (Jakarta)
3.      M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4.      Makmun Syukri (Bandung)
5.      Hilman (Bandung)
6.      Ismail Makki (Yogyakarta)
7.      Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8.      Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9.      Laily Mansyur (Surakarta)
10.  Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11.  Hizbulloh Huda (Surabaya)
12.  M. Kholid Narbuko (Malang)
13.  Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU, KH. Idham Cholid, memberikan lampu hijau (green light). Bahkan KH. Idham Cholid membakar semangat pula agar mahasiswa NU menjadi kader partai, menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan, bukan ilmu untuk ilmu.
Selanjutnya pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah Mahasiswa NU di sekolah Mualimat NU (1954-1960) yang sekarang bernama Yayasan Khadijah Surabaya. Adapun hasil dari musyawarah tersebut ialah; 1. Disepakati berdirinya organisasi Mahasiswa NU yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, 2. PMII merupakan lanjutan dari departemen Perguruan Tinggi IPNU-IPPNU (Wildy Sulthon Baidlowi, PC PMII Surabaya Online), 3. Menyatakan bahwa PMII lahir pada tanggal 17 April 1960, 4. Membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Djunaidi sebagai Ketua Umum, A. Cholid Mawardi sebagai Ketua I, dan M. Said Budairy sebagai Sekretaris Umum PB PMII Pertama. Selanjutnya susunan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru terbentuk pada bulan Mei 1960 lewat kandungan Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Dan bayi yang baru lahir itu diberi nama “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” (PMII).
Dengan demikian, ide dasar bendirinya PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri. Selanjutnya, harus bernaung di bawah panji NU, itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis temporal, misalnya karena kondisi politik saat itu yang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Lebih dari itu, keterikatan PMII pada NU memang sudah terbentuk dan memang sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita, bahkan pola berpikir, bertindak, dan berperilaku.


PMII Dalam Makna
Mengenai makna PMII sendiri mulai dari kata “PERGERAKAN”. Makna kata tersebut bagi PMII melambangkan dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam sekitarnya. Adalah, bahwa mahasiswa merupakan insan yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ke-Tuhanan dan kemanusiaan, agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Kholifah fil Ardh. Dalam konteks individual, komunitas, maupun organisasi, kiprah PMII harus senantiasa mencerminkan pergerakannya menuju kondisi yang lebih baik sebagai perwujudan tanggung jawab memberikan rahmat pada lingkungannya.
“MAHASISWA” yang terkandung dalam PMII menunjuk pada golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai kebebasan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak kritis terhadap kemapanan struktur yang menindas. Di samping itu, mahasiswa ala PMII adalah sebagai insan religius, insan akademik, insan sosial, dan insan mandiri.
“ISLAM” adalah Islam sebagai agama pembebas atas ketimpangan sistem yang ada terhadap fenomena realitas sosial dengan paradigma Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang melihat ajaran agama Islam dengan konsep pendekatan yang proporsional antara Iman, Islam, dan Ihsan. Hal ini tercermin dalam pola pikir dan perilaku yang selektif, akomodatif, dan integratif.
“INDONESIA” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah, ideologi bangsa (Pancasila) dan UUD ‘45 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran berwawasan nusantara. 

Formulasi dan Orientasi Gerakan PMII
PMII pada awal terbentuknya merupakan gerakan underbow NU baik secara struktural atau secara fungsionalnya. Karena memang kondisi dan situasi politik pada waktu itu masih panas. Organisasi-organisasi mahasiswa yang berafiliasi pada partai politik sepenuhnya menyokong dan mendukung kemenangan partai. Karenanya, gerakan PMII pada waktu itu masih sangat terasa berbau politik praksis. Hal ini terjadi sampai tahun 1972. Keterlibatan PMII dalam politik praksis pada tahun 1971 berakibat kemunduran dalam aspek gerakan. Kondisi ini kemudian membawa penyadaran akan perlunya mengkaji ulang orientasi gerakan PMII selama ini, khususnya keterlibatan-keterlibatan dalam politik praksis. 
Setelah melalui beberapa perbincangan maka pada musyawarah besar tanggal 14-16 Juli 1972, PMII mencetuskan deklarasi independen di Malang, Jawa Timur. Deklarasi ini kemudian dikenal dengan deklarasi MURNAJATI. Setelah itu PMII sacara formal-struktural terpisah dengan NU, kemudian PMII membuka akses sebesar-besarnya sebagai organisasi yang independen tanpa berpihak pada parpol apapun, serta menyatakan siap dengan segala tanggung jawab sebagai kader, umat dan bangsa, berdasarkan manifestasi dari kesadaran organisasi terhadap tuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan berpikir, dan berkreasi.  hal ini dinyatakan dalam kongres ke-5, di Ciloto, Bogor. PMII menegaskan kembali independesinya dalam bentuk  Manifesto Independen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, serta penegasan Pola-Pola Kepemimpinan PMII.
 Independensi gerakan ini terus dipertahankan dan dipertegas dalam “Penegasan Cibogo” pada tanggal 8 Oktober 1989, yang menyatakan bahwa bentuk independensi merupakan respon terhadap pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai-ilai etik dan moral serta idealisme yang dijiwai dengan ajaran Islam, Aswaja.
Akhirnya, dua tahun kemudian pada kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, mencetuskan Deklarasi Interdependensi antara PMII – NU. Pada 24 Desember di tahun yang sama, PB PMII menggelar Musyawarah Nasional di Cimacan, Cianjur, Jawa Barat. Dalam MUNAS tersebut, PB PMII membuat sebuah penegasan atas interdependensi dalam wujud implementasi yang didasarkan atas pemikiran-pemikiran berikut:
1.      Dalam pandangan PMII, ulama adalah pewaris para nabi. Ulama  merupakan panutan karena kedalamannya dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, interdependensi PMII – NU ditempatkan dalam konteks keteladanan ulama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.      Adanya ikatan kesejarahan yang bertautan antara PMII – NU. Realitas sejarah menunjukkan bahwa PMII lahir dari NU dan dibesarkan oleh NU. Demikian juga latar belakang mayoritas kader PMII berasal dari NU. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII. Adapun pernyataan independensi PMII hendaknya tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapus arti kesejarahan tersebut.
3.      Adanya persamaan paham keagamaan antara PMII dan NU. Keduanya sama-sama mengembangkan wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah. Implikasi dari wawasan keagamaan itu tampak pula pada persamaan sikap sosial yang bercirikan tawasuth, tasamuh, tawazun, i’tidal, dan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian juga pola pikir, pola sikap, serta pola tindak PMII dan NU menganut pola selektif, akomodatif, dan integratif sesuai dengan prinsip dasar al-muhafadhotu ala al-qadimissholih wa al-akhdzu bi al-jadiidi al-ashlah.
4.      Adanya persamaan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen keislaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap muslim Indonesia, dan atas dasar itulah maka menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan Negara Indonesia.
5.      Adanya persamaan kelompok sasaran. PMII dan NU memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat menengah ke bawah. Persamaan lahan perjuangan ini semestinya melahirkan format perjuangan yang relatif sama pula.
6.      Sekurang-kurangnya terdapat lima prinsip pokok yang semestinya dipegang bersama untuk merealisasikan interdependensi PMII – NU;
a.       Ukhwah Islamiyyah
b.       Amar Ma’ruf Nahi Munkar
c.       Mabadi’ Khairu Ummah
d.       Al-Musaawah
e.       Hidup berdampingan dan berdaulat secara benar




LAMPIRAN I:
Isi Deklarasi Murnajati

Deklarasi Murnajati
Bismillāhirrahmānirrahīm

"Kamu sekalian adalah sebaik-baik ummat yang dititahkan kepada manusia untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar".
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia insaf dan yakin serta bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam rangka mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spritual, bertekad untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya.
Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak diperlukan insan-insan Indonesia yang memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta tanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia selaku generasi muda Indonesia, sadar akan peranannya untuk ikut serta bertanggung jawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Bahwa perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai dengan jiwa Deklarasi Tawangmangu menurut perkembangannya merupakan sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap dan pembinaan rasa bertanggung jawab.
Berdasarkan petimbangan di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia memohon rahmat Allah SWT., dengan ini menyatakan diri sebagai Organisasi independen” yang tidak terikat tindakannya kepada siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.

Tim Perumus Deklarasi Murnajati
1.     Umar Basalim (Jakarta)
2.     Madjidi Syah (Bandung)
3.     Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta)
4.     Man Muhammad Iskandar (Bandung)
5.     Choirunnisa Yafzham (Medan)
6.     Tatik Farichah (Surabaya)
7.     Rahman Idrus
8.     Muis Kabri (Malang)

Musyawarah Besar PMII Ke-2
 di Murnajati Malang Jawa Timur tanggal 14 Juli 1972



LAMPIRAN II:
Manifest Independen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Bismillāhirrahmānirrahīm

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia insaf dan yakin serta bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa yang sejahtera, selaku penerus perjuangan dalam rangka mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spritual, bertekad untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya.
Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak diperlukan insan-insan Indonesia yang memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta tanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia selaku generasi muda Indonesia, sadar akan peranannya untuk ikut serta bertanggung jawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Bahwa pada dasarnya pengisian kemerdekaan adalah didukung oleh kemampuan intelektual manusiawi dengan sosialisasi ilmu ke sikap kultural guna mengangkat martabat dan derajat bangsa.
Bahwa pada hakekatnya ”independensi” sebagaimana telah dideklarasiakan di MURNAJATI adalah merupakan manifestasi keadaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang meyakini sepenuhnya terhadap tuntutan-tuntutan keterbukaan sikap, kebebasan berpikir dan pembangunan kreativitas yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam.
Bahwa ”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dimaksudkan dalam mendinamisasi dan mengembangkan potensi kultural yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam untuk terbentuknya pribadi luhur dan bertaqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta bertanggung jawab dalam perjuangan nasional berdasarkan Pancasila.
Bahwa dengan ”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, tersedia adanya kemungkinan-kemungkinan alternatif yang lebih lengkap lagi bagi cita-cita perjuangan organisasi yang berlandaskan Islam dan berhaluan Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Medan, Kongres V PMII
Ciloto Jawa Barat Tanggal 28 Desember 1973


LAMPIRAN III:
POLA-POLA KEPEMIMPINAN PMII

Pola-pola kepemimpinan organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus tercermin/menjamin terlaksananya cita-cita perjuangan organisasi dengan dijiwai oleh isi: "Deklarasi Murnajati".
Konsekuensi dari pendirian tersebut di atas menurut dikembangkannya pola-pola kepemimpinan yang bersifat kerakyatan dengan berorientasikan kepada masalah-masalah kemahasiswaan, kampus, dan pembangunan bangsa. Oleh karenanya diperlukan pemimpim-pemimpin organisasi yang memiliki ciri-ciri kemahasiswaan seperti dinamis, kreatif, responsif, dan peka terhadap problem-problem kemasyarakatan.
Dengan pemahaman sepenuhnya terhadap azas, sifat, dan tujuan PMII serta kemampuan managerial, leadership, menjadi tuntunan mutlak bagi kepemimpinan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Oleh karenanya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang independen harus menjauhkan seluruh kemungkinan yang akan mengurangi makna dari independensi tersebut, seperti perangkapan jabatan pengurus PMII dengan partai atau organisasi lain atau menjadi wakil organisasi lain pada badan-badan legislatif.

Medan, Kongres V PMII,
 Ciloto Jawa Barat Tanggal 28 Desember 1973



LAMPIRAN IV:
ISI PENEGASAN CIBOGO

Bismillāhirrahmānirrahīm

Bahwa INDEPENDENSI Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan sikap organisasi menjadi ketetapan Kongres V Tahun 1973 sebagai pengukuan terhadap Deklarasi MURNAJATI di Mubes III, 14 juli 1972 di Murnajati Malang Jawa Timur.
Bahwa INDEPENDENSI Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan manifestasi dari kesadaran organisasi terhadap tuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan berpikir, dan berkreasi, serta bertanggung jawab sebagai kader, ummat dan bangsa.
Bahwa ”independensi” Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan upaya merespon pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia periode 1989-1990, setelah melakukan kajian kritis dan dengan memohon rahmat Allah SWT. menegaskan kembali bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah organisasi independen yang tidak terikat dalam sikap dan tindakannya kepada siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila, dan terus mengaktualisasikan dalam hidup berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Wallāhul-muwaffiq ilā Aqwāmith-thāriq

Medan, Rapat Pleno IV PB PMII, Cibogo 8 Oktober 1989



LAMPIRAN V:
DEKLARASI INTERDEPENDENSI PMII-NU

Bismillāhirrahmānirrahīm
1.      Sejarah telah membuktikan bahwa PMII adalah dilahirkan dari pergumulan mahasiswa yang bernaung di bawah kebesaran NU, dan sejarah juga telah membuktikan bahwa PMII telah menyatakan idependensinya melalui Deklarasi MURNAJATI tahun 1972.
2.      Kerangka berpikir, perwatakan, dan sikap sosial antara PMII dengan NU mempunyai persamaan, karena dibungkus pemahaman Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah.
3.      PMII insaf dan sadar bahwa dalam melakukan perjuangan diperlukan untuk saling tolong menolong, "ta'āwanū ‘ala-l-birri wattaqwā", Ukhuwah Islamiyah (izzul Islam wal muslimin) serta harus mencerminkan "mabādi khoiru ummah" (prinsip-prinsip umat yang baik), karena itulah PMII siap melakukan kerjasama.
4.      PMII insaf dan sadar bahwa arena dan lahan perjuangannya adalah sangat banyak dan bervariasi sesuai dengan nuansa usia, jaman, dan bidang garapannya.

Karena antara PMII dan NU mempunyai persamaan-persamaan di dalam persepsi keagamaan dari perjuangan, visi sosial dan kemasyarakatan, ikatan historis, maka untuk menghilangkan keragu-raguan, ketidakmenentuan serta rasa saling curiga, dan sebaliknya untuk menjalin kerja sama program secara kualitatif dan fungsional, baik secara program nyata maupun penyiapan sumber daya manusia, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menyatakan siap untuk menigkatkan kualitas hubungan dengan NU atas dasar prinsip kedaulatan organisasi penuh, INTERDEPENDENSI, dan tidak ada intervensi secara struktural-kelembagaan, serta prinsip mengembangkan masa depan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah di Indonesia.

Kongers X  PB  PMII
Pondok Gede Jakarta, Tanggal 27 Oktober 1991



0 komentar:

Posting Komentar

Setiap naskah terbuka untuk kritik dan komentar. Mari membangun iklim ilmiah dan tradisi berfikir bijaksana.