Oleh: Muhammad Mahrus
-Satu -
Jalanan
di timur stadion kridosono masih tergenang air. Sebagian pengendara tampak
hati-hati sekali. Sebagian yang lain, yang melaju dari arah barat, tampak kaget
mendapati aspal yang terendam air bah itu. Tiap kali musim hujan tiba, dengan
curah hujan rata-rata sekali pun jalanan Kotabaru ini memang acap kali tergenang
dengan air bah. Tinggi air pun tidak sama. Kadang bisa mencapai tiga puluh
centi. Ketinggian yang cukup melampaui trotoar jalan. Sore itu, di angkringan
Kang Yono yang terletak di sudut timur Masjid At-Taqwa Kotabaru, di trotoar
jalan, Pak Udin berteduh sambil menikmati teh panas. Beberapa orang juga tengah
bersantai di sana. Kecuali Pak Udin, mereka adalah warga komplek Kompi
Kotabaru. Seorang di antaranya adalah
Pak Wahib, seorang Korps Marinir Angkatan Darat.
Di
angkringan itu, Pak Wahib sedang berbincang serius dengan Pak Udin. Yang lain
lebih banyak mendengar saja. Begitu juga dengan Kang Yono. Selain sebagai
Marinir, Pak Wahib orang yang cukup memiliki visi dalam bidang
entrepreneurship. Tengkulak rosok. Ya, itulah usaha yang ditekuni Pak Wahib
sambil menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara. Sementara Pak Udin, adalah
satu dari beberapa pemulung yang rajin setor rosok ke timbangan Pak Wahib.
Dalam
pembicaraan itu, Pak Wahib memberi tawaran kepada Pak Udin untuk menjadi
pekerjanya. Sebagai tukang timbang dan menjalankan setiap operasionalnya. Akhir
dari perbincangan itu Pak Udin mengambil tawaran dari Pak Wahib. Pak Udin
sendiri sudah banyak dikenal dan mengenal orang-orang di sekitar area komplek,
stasiun, dan pasar lempuyangan. Meski tidak ada satu pun dari mereka yang
mengenal Pak Udin lebih dari sekedar nama dan pekerjaannya hingga ia bekerja di
tempat Pak Wahib. Pun Pak Wahib sendiri.
Pak
Wahib menilai, Pak Udin adalah pemulung unik dibanding dengan pemulung lain
yang juga setor barang rosok ke tempatnya. Setiap setor barang, dan itu hampir
setiap hari, Pak Udin hanya menjual hasil rosoknya senilai kebutuhan makan
untuk sehari itu juga. Jika barang yang akan dijualnya pada Pak Wahib melebihi
kebutuhannya, pasti dia akan menyimpan sisanya untuk hari berikutnya. Tidak
sering memang, tapi sesekali barang sisa itu juga ditimbang sekalian tanpa
meminta nilai yang harus dibayarnya. Baru pada esok harinya dia akan membawa
sejumlah barang rosok lagi untuk ditambahkan pada timbangan sebelumnya. Praktis,
karena alasan inilah Pak Wahib tertarik untuk mempekerjakannya sebagai karyawan
tetap.
Beberapa
bulan sudah berjalan. Pak Udin tampak menikmatinya. Semenjak sore di angkringan
Kang Yono itu, Pak Udin diterima layaknya saudara di keluarga Pak Udin.
Sesekali Pak Udin juga mengantar anak Pak Wahib yang masih SD dan TK berangkat
sekolah. Satu unit motor juga sudah dipercayakan pada Pak Udin berikut
STNK-nya. Hanya saja, sampai waktu itu Pak Udin tidak bersedia tinggal di rumah
keluarga Pak Wahib. Ia lebih memilih tidur di tempat penimbangan barang yang
terletak beberapa meter di timur angkringan Kang Yono. Atau, jika tidak, dia
akan tidur di kamar penjaga masjid At-Taqwa. Keberadaannya diterima karena Pak
Udin juga semakin aktif shalat berjamaah di masjid tersebut.
Semenjak
keterlibatan Pak Udin, usaha Pak Wahib terbilang semakin lancar. Beberapa orang
mulai meminta bantuan Pak Udin untuk mereparasi barang elektronik seperti
hanphone, tv, kipas angin, dan semacamnya. Semuanya ditangani Pak Udin di sela
waktu luangnya. Dan atas pendapat Pak Wahib, hasil pekerjaan sampingan itu
biarlah menjadi hak dari Pak Udin sendiri. Tapi dari keahlian dalam bidang
elektronik itu, Pak Wahib akhirnya membeli tiga unit kamera video berikut
lighting dan seperangkat alat shooting. Dengan peralatan itu Pak Wahib membuka
satu unit usaha baru dengan Pak Udin sebagai pelaksana operasionalnya. LSM;
Lembaga Shooting Manten.
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap naskah terbuka untuk kritik dan komentar. Mari membangun iklim ilmiah dan tradisi berfikir bijaksana.