Oleh: Muhammad Mahrus
A.
Abstraksi
Al-Qur’an adalah kalamullah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., dan disampaikan semenjak Nabi
Muhammad Saw. diutus dan diangkat menjadi rasul. Sepeninggal Nabi, Al-Qur’an
menjadi pegangan umat Islam yang sudah dihafalkan oleh para sahabat Nabi.
Seterusnya dalam generasi tabi’in, tabi’it tabi’in Al-Qur’an tetap menjadi
pengangan utama yang dilengkapi dengan hadits-hadits dari Nabi sendiri.
Sementara itu, otentisitas dan orisinalitas Al-Qur’an telah dijaga oleh Allah
sendiri meskipun telah terentang waktu
yang demikian panjang hingga hari kiamat nanti.
Sebagaimana Firman
Allah dalam surat Al-Kahfi:
وَٱتۡلُ
مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ وَلَن تَجِدَ
مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدٗا ٢٧
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu
(Al Quran). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan
kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya (QS.
Al-Kahfi: 27).
B.
Pembahasan
1.
Pengertian
Kata المحاسبة berasal
dari kata حسب
yang berarti menghitung. Bentuk awal kata tersebut, sesuai dengan tinjauan
gramatika bahasa Arab, mengikuti bentuk kata فاعل dari akar kata فعل yang mendapat imbukan huruf “ا” (alif) setelah
huruf yang pertama. Sehingga jadilah kata حاسب. Sedangkan proses menuju bentuk yang
terakhir menggunakan kaidah sharfiyah dalam bentuk kata benda (masdar).
Bentukan kata ini kemudian menunjukkan makna yang lebih spesifik daripada kata
dasarnya yang pertama. Secara teminologis kaprah diartikan dengan introspeksi
diri atau evaluasi diri.
Demikian makna
ini diambil dari perubahan bentuk menjadi yang terakhir dengan tambahan faidah ta’diyyah
(memuta’addikan) dan musyarakah (makna saling). Dalam konteks kata
ini, kiranya makna yang dimaksudkan lebih pada faidah yang pertama; ta’diyyah.
Faidah ini memberikan pengertian aktif terhadap makna dasar dari kata tersebut.
Sebagaimana arti terminologis yang telah disebutkan sebelumnya, jadilah kata المحاسبة berarti
introspeksi diri.
2.
Macam-macam Muhasabah dalam
Al-Qur’an
Setidaknya
terdapat tiga macam bentuk muhasabah dalam al-Qur’an sebagaimana berikut ini:
a.
محاسبة
الشركاة (muhasabah dalam berserikat/komunitas)
Konsep muhasabah dalam
berserikat/komunitas dalam Al-Qur’an dapat kita dapati dalam ayat berikut ini:
قَالَ
لَقَدۡ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعۡجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِۦۖ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ
ٱلۡخُلَطَآءِ لَيَبۡغِي بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ
ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَقَلِيلٞ مَّا هُمۡۗ وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّٰهُ فَٱسۡتَغۡفَرَ
رَبَّهُۥ وَخَرَّۤ رَاكِعٗاۤ وَأَنَابَ۩ ٢٤
38:24. Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka
berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud
mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat (QS. Shaad: 24).
b.
محاسبة
الزكاة (muhasabah dalam hal zakat)
Konsep muhasabah dalam hal zakat ini
dapat kita jumpai dalam ayat di bawah ini:
۞إِنَّمَا
ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ
فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠
9:60. Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana (QS. At-Taubat: 60)
c.
محاسبة
الموارث (muhasabah dalam hal warisan)
لِّلرِّجَالِ
نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا
تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَۚ نَصِيبٗا
مَّفۡرُوضٗا ٧
4:7.
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan (QS. An-Nisa’:7).
3.
Muhasabah dalam Al-Qur’an
C.
Penutup
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap naskah terbuka untuk kritik dan komentar. Mari membangun iklim ilmiah dan tradisi berfikir bijaksana.