Oleh:
Muhammad Mahrus
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang spesifik dibalik keindahan pulau-pulau serta flora dan faunanya. Bangsa ini memiliki begitu banyak keberagaman atau lebih dikenal dengan kebhinekaan. Mulai dari bahasa daerah, adat-istiadat, agama kepercayaan, suku, dan lain sebagainya.
Dari terminologi ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara bentuk pemerintahan yang sentralistis dalam arti yang sebenarnya. Dalam falsafah Pancasila, “Persatuan Indonesia” adalah bentuk keinginan untuk melaksanakan sistem pemerintahan yang sentralistis, sedangkan sila “Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”
Sejak mulai berdirinya NKRI, hingga
kini nama Indonesia tidak pernah lepas dari konstalasi global. Dalam sejarah
Indonesia, banyak bukti menunjukkan bahwa Indonesia sering dikenali oleh wacana
“asing” yang berwatak imperialistik. Bangsa Indonesia sering dijejali dan
terpukau dengan wacana “luar” yang membuat Indonesia masuk dalam lingkaran
hegemoni. Seperti halnya munculnya wacana
dalam kosa kata berikut: nation state (Negara-bangsa), developmentalisme
(pembangunan), politik etis, nasionalisme, dan demokrasi. Dimana wacana-wacana tersebut
bukan sekedar dikotomi “Barat” dan “Timur” saja.
Keberadaan bangsa Indonesia yang tidak
bisa lepas dari konstalasi global dapat diasumsikan bahwa sejarah Indonesia adalah
perpanjangan tangan dari pertarungan kepentingan bangsa asing. Lebih lanjut
muncul asumsi bahwa Indonesia adalah temuan linguistik-filologis, yang berarti,
setiap upaya untuk memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi
di Indonesia tanpa melihat keterkaitan dengan konstalasi global niscaya akan
menemui kegagalan (Hasyim Wahid).
Masuknya penjajahan asing di Indonesia pada tahun 1596 merupakan babak awal dari tertanamnya pengaruh Barat di bumi Indonesia. Kemudian berdirinya VOC pada tahun 1902 adalah tonggak monumental jatuhnya nusantara pada Hindia-Belanda (sebagai cikal bakal Negara-bangsa Indonesia). Meskipun berbagai bentuk perlawanan sudah mulai bermunculan, jauh hari sebelum berdirinya VOC, Indonesia belum mampu meraih kemerdekaan yang diimpikan (bahkan hingga hari ini jika perlu). Baru menjelang pertengahan abad ke-19, terjadi perubahan yang berarti bagi kehidupan masyarakat Hindia-Belanda. Dimana Indonesia diuntungkan dengan wacana “era kebangkitan nation-state” yang sedang berkembang di Eropa.
Masuknya penjajahan asing di Indonesia pada tahun 1596 merupakan babak awal dari tertanamnya pengaruh Barat di bumi Indonesia. Kemudian berdirinya VOC pada tahun 1902 adalah tonggak monumental jatuhnya nusantara pada Hindia-Belanda (sebagai cikal bakal Negara-bangsa Indonesia). Meskipun berbagai bentuk perlawanan sudah mulai bermunculan, jauh hari sebelum berdirinya VOC, Indonesia belum mampu meraih kemerdekaan yang diimpikan (bahkan hingga hari ini jika perlu). Baru menjelang pertengahan abad ke-19, terjadi perubahan yang berarti bagi kehidupan masyarakat Hindia-Belanda. Dimana Indonesia diuntungkan dengan wacana “era kebangkitan nation-state” yang sedang berkembang di Eropa.
Indonesia berhasil menggunakan
momentum tersebut untuk memprokalmasikan diri menjadi Negara yang merdeka. Usai
sudah tugas bangsa ini dalam menunaikannya secara de jure. Seperti yang
diprediksikan banyak kalangan, bahwa upaya mempertahankan kemerdekaan akan
lebih sulit dari pemerdekaan yang pertama. Pasca prokalmasi 1945, Indonesia
dibenturkan dengan situasi yang carut-marut. Rezim Orde lama diwarnai dengan
perpecahan luar biasa di kepemimpinan Soekarno. Situasi ini mulai membuncah
tiga tahun pasca proklamasi, dan semakin parah pada tahun 1965 dengan peristiwa
kudeta hingga Indonesia menemui babak baru; naiknya rezim Soeharto.
Orde baru tidak lain dari bentuk kecurangan politik, pembodohan rakyat, penindasan, marginalisasi, dan lain sebagainya. Singkatnya, penjajahan sudah mulai dilakukan oleh pemerintahan bumi pertiwi sendiri. Konsensus umum menyebutnya dengan neo-imperialisme (sebuah bentuk penjajahan dengan gaya baru). Dimana isu pembangunan (developmentalisme) yang di dalamnya mencakup globalisasi dan kapitalisme, justru menjadi barometer kebijakan dan kesejahteraan.
Rezim ini pun, Orde baru, pada akhirya harus runtuh akibat mosi (ketidak percayaan) seluruh rakyat indonesia. Pada 22 September 1998 Indonesia harus menggulingkan Soeharto dengan spirit reformasi. Pertarungan pun memulai babak baru lagi, tentu dengan petarung-petarung baru pula. Akibatnya, Indonesia dapat dikatakan belum sepenuhnya mengenyam kemerdekaan yang dicitakan. Pertanyaannya, apakah penjajahan di Negeri ini yang tidak dapat diakhiri atau semangat roformasi masih layak digaungkan?[]
Salam pergerakan!
Mahasiswa,
Dipundakmu Negeri ini berdikari...!!!
Orde baru tidak lain dari bentuk kecurangan politik, pembodohan rakyat, penindasan, marginalisasi, dan lain sebagainya. Singkatnya, penjajahan sudah mulai dilakukan oleh pemerintahan bumi pertiwi sendiri. Konsensus umum menyebutnya dengan neo-imperialisme (sebuah bentuk penjajahan dengan gaya baru). Dimana isu pembangunan (developmentalisme) yang di dalamnya mencakup globalisasi dan kapitalisme, justru menjadi barometer kebijakan dan kesejahteraan.
Rezim ini pun, Orde baru, pada akhirya harus runtuh akibat mosi (ketidak percayaan) seluruh rakyat indonesia. Pada 22 September 1998 Indonesia harus menggulingkan Soeharto dengan spirit reformasi. Pertarungan pun memulai babak baru lagi, tentu dengan petarung-petarung baru pula. Akibatnya, Indonesia dapat dikatakan belum sepenuhnya mengenyam kemerdekaan yang dicitakan. Pertanyaannya, apakah penjajahan di Negeri ini yang tidak dapat diakhiri atau semangat roformasi masih layak digaungkan?[]
Salam pergerakan!
Mahasiswa,
Dipundakmu Negeri ini berdikari...!!!
*Naskah ini disusun sebagai bahan pengantar diskusi materi Ke-Indonesiaan pada OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik dan Kampus) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2010
2 komentar:
Salam Pergerakan juga dari sini..meski saya kini bukan mahasiswa lagi;)
Terima kasih...
Semoga Nilai Dasar Pergerakan tetap memberikan semangat dan inspirasi terhadap perjuanganmu di sana...
Posting Komentar
Setiap naskah terbuka untuk kritik dan komentar. Mari membangun iklim ilmiah dan tradisi berfikir bijaksana.